Bagaimana semua orang tidak bingung pagi itu? Melihat seseorang yang selalu tertawa bahagia
di setiap harinya mendadak menjadi murung dan irit berbicara. Seseorang itu
ialah Lenka. Gadis yang selalu menunjukkan dirinya baik-baik saja. Tawa dan
senyum tak pernah hilang di mata teman-temannya saat bersama Lenka. Apa yang
terjadi padanya?
Lenka. Siswi tingkat menengah keatas di sebuah SMA
terkenal di kotanya. Ia tidak terlalu cantik, memiliki postur tubuh yang
tinggi, dan terlihat tomboy. Lenka
memiliki banyak teman, tapi hanya sedikit yang menjadi teman dekatnya. Kenapa?
Sudah bisa dipastikan itu karena Lenka susah dekat dan bergaul dengan
teman-temannya. Padahal kalau sudah dekat, ia akan selalu membuat temannya
tertawa dengan tingkah lakunya yang konyol! Temannya suka berada didekatnya
karena kelucuannya yang selalu ada saja. “Bukankah semua orang butuh hiburan
dikesehariannya agar tidak jenuh?” Mungkin itu yang selalu ada dipikiran Lenka.
Berbicara tentang temannya, Lenka mempunyai teman yang
spesial bagi dirinya. Ia adalah Wolke. Mereka berteman sudah cukup lama. Lenka
tidak pernah menyangka kalau mereka bisa jadi sedekat ini. Mereka bertemu
pertama kali disebuah event besar.
Saat itu Wolke menjadi panitia di acara tersebut sedangkan Lenka menjadi
pengunjung. Selain untuk menghadiri acara tersebut, Lenka memang berencana
untuk menemui teman-temannya yang juga menjadi panitia dalam acara tersebut. Setibanya
disana, ia justru diminta salah satu temannya untuk membantu pekerjaannya.
Lenka membantu temannya untuk memindahkan barang-barang dari ruangan satu ke
ruangan lainnya. Awalnya Wolke tidak terlalu memerhatikan Lenka tapi ia sudah
tahu ada Lenka disekitarnya. Lama-kelamaan, secara tidak sadar, Wolke terus
memerhatikan Lenka. Ia sadar jika Lenka mulai kelelahan kemudian ia datang
untuk membantunya.
“Kamu ngapain?” Tanya Lenka
“Aku bantuin kamu gini,”jawabnya
“Udah gausah, aku bisa kok sendiri,”
“Beneran?”
“Iya,” setelah mendengar jawaban itu, Wolke pun
pergi. Lenka sadar ia belum berterima kasih kepada Wolke yang telah membantunya
memindahkan beberapa barang. Selain itu, ia juga tersadar kalo ia belum
berkenalan dengan Wolke. Setelah selesai memindahkan semua barang, ia
beristirahat sambil ngobrol dengan
temannya.
“Rin, itu tadi siapa sih?” Tanya Lenka sambil meneguk
segelas es teh.
“Tadi? Tadi yang mana deh?”
“Itu lho yang orangnya wajahnya tanpa ekspresi,”
“Apa sih? Aneh-aneh aja jelasin orangnya, mana ada
yang tanpa ekspresi, setan aja punya. Yang itu bukan orangnya?” Tanya Sarin
sambil menunjuk salah satu orang yang berdiri di antara kerumunan orang banyak.
“Nah! Iya itu orangnya. Tapi bisa nggak gausah
nunjuk-nunjuk? Nanti dikira ada apa-apa.”
“Kenapa? Naksir ya sama dia? Nih kukasih tau, dia
namanya Wolke. Aku kirim kontaknya dia juga nih sekarang,” kata Sarin sambil
membuka ponselnya.
“Ih apaan? Mana ada naksir, cuman mau bilang makasih
aja,” jawab Lenka sedikit kesal melihat Sarin yang cekikikan.
“Ya siapa tau aja,, kan kita ga ada yang tau perasaan
orang kedepannya gimana,” kemudian Sarin bangkit berdiri dan pergi. Bagaimana
dengan Lenka yang ditinggal sendiri oleh
temannya? Dia memutuskan untuk pulang karena bagi Lenka sendiri ia tidak
terlalu suka dengan keramaian.
Setibanya di rumah, Lenka langsung mandi lalu
beristirahat. Sama seperti kebiasaan remaja seusianya, ia memainkan ponselnya
untuk berselancar di media sosial. Tiba-tiba ia teringat akan Wolke. Ia segera
membuka pesan yang dikirim Sarin. Benar! Pesannya berisi kontak Wolke. Setelah
berpikir akan mengetik pesan seperti apa kepada Wolke, ia mengirimkannya.
Kepada : Wolke
Dari : Lenka
“Halo! Aku
Lenka, cewek yang tadi kamu bantuin mindahin barang. Aku mau bilang makasih buat
yang tadi dan maaf karena tadi aku lupa bilang.”
Segera setelah Lenka mengirimkan pesan tersebut, Wolke membalasnya.
Kepada :Lenka
Dari : Wolke
“Halo. Namaku
Wolke. Iya gapapa,terimakasih kembali.”
Pesan singkat itulah awal dari kedekatan Lenka dan
Wolke. Mereka menjadi sering berkirim pesan. Selain itu, mereka juga jadi
sering bertemu di sekolah. Walaupun
mereka beda kelas, bukan berarti mereka tidak bisa berteman baik. Letak kelas
mereka jauh, dari ujung ke ujung. Tetapi, entah mengapa mereka selalu saja bisa
bertemu. Entah bertemu di koridor sekolah, kantin, bahkan parkiran sekolah.
Lenka dan Wolke mempunyai tempat favorite yang sama di sekolah yaitu
perpustakaan. Entah apa yang membuat Wolke suka dengan perpustakaan, tapi bagi
Lenka perpustakaan adalah tempat yang dingin dengan internet banter dan tentu saja memiliki banyak
buku. Siapa sangka perpustakaan menjadi tempat dimana yang dekat menjadi tambah
dekat?
Tidak ada yang tau sejak kapan hal ini terjadi.
Lenka yang selama ini berjanji tidak akan menyukai teman satu sekolahnya
tiba-tiba berubah pikiran. Sejak ia dekat dengan Wolke, ia menyadari sesuatu
yang berbeda. Lenka sendiri bukan gadis yang memiliki banyak teman dekat
perempuan, justru ia lebih banyak memiliki teman dekat lawan jenis. Bagi
Lenka, berteman dengan lawan jenis lebih terasa nyaman dan seru. Tidak penuh
dengan drama.
Kejadian beberapa tahun yang lalu membuat Lenka
enggan menaruh perasaannya kepada teman dekat laki-lakinya lagi. Ia harus
kehilangan salah satu teman dekatnya akibat rasa suka temannya yang tidak ia
terima. Ia sudah tahu, perasaan bisa merusak sesuatu yang telah ada. Tapi kali
ini, ia tidak bisa menghentikan perasaannya. Perasaan muncul begitu saja di
hati Lenka. Lenka menyadari perasaannya tetapi ia memutuskan untuk diam.
Meskipu begitu, ia tidak bisa menyembunyikannya dari kedua sahabat Lenka. Yhera
dan Sirius.
Pagi itu Lenka datang dengan wajah yang sumringah. Hal ini menarik perhatian
Yhera dan Sirius.
“Wah! Ada apa nih pagi-pagi begini udah seneng
aja,” kata Yhera sembari berjalan mendekati Lenka.
“Ada apa ya, biasanya kan juga gini,” jawab Lenka.
“Tidak, hari ini kamu terlihat berbeda.”
“Apa? Terlihat tambah cantik ya? Iya aku sudah
tau, terimakasih.”
Tiba-tiba ponsel Lenka berdering. Ternyata, itu
adalah pesan dari Wolke. Senyum Lenka yang sudah lebar tambah melebar melihat
pesan tersebut. Bisa terlihat semua gigi Lenka jika ia tidak segera mengontrol
senyumnya. Sirius yang sedari tadi hanya berdiam diri memerhatikan Lenka
tiba-tiba berbicara,”Kau sedang jatuh cinta ya?” Pipi Lenka langsung memerah
mendengar hal itu.
“Tidak. Memang aku bisa jatuh cinta seperti yang kau
katakan barusan?” Lenka berusaha mengelak.
“Sudahlah, aku sudah tau, tidak usah kau tutupi lagi.
Tidak ada orang yang melihat pesan dari ponselnya kemudian senyum-senyum dengan
pipinya yang memerah! Ketahuan sudah,”
“Bisa saja memang berisi pesan yang membahagiakan,”
“Aku sudah mengenalmu lama. Wajahmu itu terkesan flat dibandingkan dengan orang normal
saat menerima pesan yang isinya membuatmu bahagia. Sudahlah, wajahmu itu memang
jarang menunjukkan ekspresi yang sebenarnya, yang kutau hanya tersenyum, tertawa
dan sesekali marah. Bahkan kadang saat marahpun kau tetap tersenyum, apa-apaan
itu? Kali ini kau tidak bisa menyembunyikan lagi, kau sedang jatuh cinta!” Lenka
yang mendengar ucapan Sirius hanya mampu diam.
“Kau jatuh cinta pada siapa?” Tanya Yhera tanpa
basa-basi.
“Siapa ya? Kalau kuberi tahupun kalian pasti akan
balik bertanya padaku ‘siapa itu?’ jadi lebih baik aku tidak usah memberi tahu
kalian kan?”
“Hei! Ini pasti Wolke, orang yang akhir-akhir ini
selalu kau ceritakan. Aku jadi penasaran seperti apa Wolke itu. Dan ya benar,
sampai sekarang aku ingin bertanya ‘siapa itu?’ padahal sepertinya dari cerita
yang kudengar darimu kalian sudah cukup sering bertemu. Bagaimana bisa aku
tetap tidak mengetahuinya ya?” jawab Sirius.
“Oh, Wolke. Kau pikir hanya kau saja yang tahu, Len?
Tebakanmu barusan itu sangat tidak tepat bagiku. Jadi selama ini kau menyimpan
rasa padanya? Sudah kau ungkapkan?” tanya Yhera lagi kepada Lenka.
“Jangan bodoh.” Itulah yang terakhir Lenka katakan.
Setelah itu, bel sekolah berbunyi dan mereka memulai pelajaran mereka.
-KQ
ceritanya keren ditunggu part2 selanjutnya dek
ReplyDelete